"Dua pasang mata berkaca kaca.
Satu milikku,
dan satu lagi milik dia yang tengah bercerita."
Sesekali kami terdiam. Sembari menatapnya lekat, aku kembali menfokuskan perhatian untuk menyimak tiap kalimat yang dia ucapkan. Mendengarkan, juga ikut merasakan kesedihan yang kemarin dihadapinya.
Satu milikku,
dan satu lagi milik dia yang tengah bercerita."
Sesekali kami terdiam. Sembari menatapnya lekat, aku kembali menfokuskan perhatian untuk menyimak tiap kalimat yang dia ucapkan. Mendengarkan, juga ikut merasakan kesedihan yang kemarin dihadapinya.
Kisahnya
sangat menyentuh. Pengalaman sembilan bulan pulang dan berjuang di kampung halaman.
Lombok timur, salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Hari ini adalah kali pertama kami berjumpa setelah
genap sebulan kedatangan dia kembali ke kota ini. Hampir sepuluh bulan setelah kepergian mendadaknya
sebab urusan penting yang tentu saja tak bisa dia tunda. Pulang demi orang tua.
Menunaikan bakti sebagai anak pada sosok yang berjasa penuh dalam setiap hela nafasnya. Kemudian
kepulangan itu juga menjadi jalan perjuangan luar biasa saat menghadapi sesuatu
yang sama sekali tidak disangka. Gempa. Berkali kali. Ya, manusia yang sedang
di hadapanku saat ini adalah salah saksi mata bagaimana gempa meluluhlantakkan
sebagian wilayah bumi Nusa Tenggara.
"Ketika
menginjakkan kaki di Bandara waktu itu kakak sudah mengikhlaskan jika memang tak ditakdirkan
untuk kembali lagi ke kota ini". Ujarnya membuka cerita.
Kepulangannya
saat itu adalah karna mendengar kabar bahwa Ayahnya tengah sakit. Beberapa kali
bolak balik rumah sakit; dia yang berada di sini tidak pernah diberitahu
tentang hal tersebut, mungkin untuk menjaga perasaannya agar tidak terlalu
cemas sebab berjauhan jarak dengan orang tua.
"Waktu pertama kali tahu malam itu kakak
langsung putuskan untuk pulang dek. Sambungnya.
Kesedihan
pertama adalah saat melihat langsung orang yang sangat dicintainya terbaring
lemah tak bisa berbuat apa-apa. dan selama rentang itu pula dia dan keluarga sering
bolak balik rumah sakit untuk merawat Ayahnya.
"Kakak di mana saat kejadian gempa yang
pertama?" Tanyaku memberanikan diri membuka suara.
"Kakak
di rumah sakit. Semua orang saat itu panik dan kami juga keluar dalam
keadaan panik dan takut. Kakak, Ayah, Ibuk, dan Adek kakak yang kecil saling
menyelamatkan. Semua berkumpul di luar karna khawatir tertimpa material bangunan di
dalam". Ujarnya.
"Dan
setelah yang pertama, ada lagi gempa susulan kedua yang lebih kuat dan beberapa
gempa susulan lain". Sambungnya.
Aku
menghela nafas mendengar lanjutan ceritanya. Banyak sekali yang dihadapinya di sana. Mulai dari cobaan hp yang hilang entah kemana sehingga akses komunikasi terutama di whatsapp harus terputus dengan teman-teman di
sini, sampai kegiatan hari hari beliau di medan pengungsian. Mengajar ngaji,
mengkoordinir anak-anak remaja putri untuk membagikan nasi di tenda-tenda
pengungsi, membantu Ibu, merawat Bapak, mengaktifkan diri kembali di
kegiatan-kegiatan dan pengajian, lalu banyak hal lain lagi yang dia kerjakan.
“Entah
kenapa kakak serasa di lempar jauh dek". Ujarnya menyambung cerita.
"Kayak
Allah tu benar-benar mau membuka mata kakak dan ngasi kakak pelajaran. Menghadapi kondisi
yang jauh berbeda dari kehidupan disini dan saat pulang ke sana. Membuat kka
sadar apa yang harus kka perjuangkan. Di tengah keadaan serba sulit apa yang
harus kakak lakukan. Kakak benar benar belajar banyak hal."
Dia
dan orang-orang di sana mendapat banyak pelajaran dan tentu saja perubahan.
"Alhamdulillah
dek, masjid masjid yang masih berdiri jadi penuh dipenuhi orang-orang yang
shalat berjamaah, di tenda pengungsian sebelum tidur kami baca Yasin sama-sama.
Itu menyenangkan , Alhamdulillah"..
“Apa
yang menyebabkan kakak kembali ke sini” tanyaku di penghujung pembicaraan kami.
“Kakak
ingin menyelesaikan sesuatu yang sudah Kakak mulai”. Jawabnya dengan suara yang
rasanya terdengar sedikit bergetar.
"Walaupun
orang tua mengatakan tidak apa-apa yang penting udah dapat ilmunya.
Tapi Kakak tau, di balik itu semua mereka pasti menginginkan kakak selesai, Kakak tidak
ingin membuat mereka kecewa."
“Dan
perjuangan untuk kembali ke sini juga tidak mudah. Kakak berjanji untuk
menyelesaikan urusan disini segera dan pulang secepatnya. Itu janji yang kka
sampaikan kepada orang tua."
Aku
termenung. Inilah rupanya alasan dia kembali ke kota ini dan menata semuanya lagi.
Untuk orang tua.
Dan
kamu dek. Apa ceritamu? Tanyanya dengan senyum simpul.
Aku
terdiam sejenak sembari membalas dengan senyum yang sama sebelum akhirnya tertawa
dan mengatakan.
"Aku gak punya cerita apa-apa kak. " balasku
Mendadak
aku malu dan kehilangan percaya diri untuk menceritakan hal receh yang kerap
kali kutulis di blog dan sering dibacanya saat masih di sana. Kata-kata yang tersusun di sepanjang perjalanan pergi tadi kutahan untuk dikeluarkan. Menurutku,
cerita miliknya sudah cukup mengisi pertemuan kami hari ini.
“Mendengar kisah kakak membuatku berfikir bahwa masalah yang kemarin rasanya besar sebenarnya adalah kecil. Tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan cerita kakak yang nilainya 100, ceritaku mungkin hanya 5." Jawabku.
"Apa
itu? Ceritalah dek. Setiap orang kan punya masalah dan cerita yang berbeda. Kakak ingin mendengar
ceritamu." bujuknya
Lalu
meluncurlah cerita recehku. Sedikit. Yang tentu saja tak berarti apa-apa dibanding kisahnya.
hey,
Banyak
pelajaran yang kudapat hari ini dari kakak yang ku kagumi.
Kak Husnia..
Membuka satu lagi ruang berfikir untuk kita terus bersyukur, bersyukur dan bersyukur.
“Orang hebat pasti akan diuji dengan ujian yang hebat”
Kak Husnia..
Membuka satu lagi ruang berfikir untuk kita terus bersyukur, bersyukur dan bersyukur.
“Orang hebat pasti akan diuji dengan ujian yang hebat”
Aku yakin, salah satunya adalah kamu Kak.
Aku
kagum padanya..
"Selamat
berjuang kakak ku sayang. Semoga kakak dimudahkan urusannya untuk mewujudkan harapan mereka yang
tengah merindukan kka di sana. (Ayah, Ibu, adek, dan keluarga kakak)
Aamiin.."
Aamiin.."
Laa
haula wa laa quwwata illa billahil aaliyyul aaziim
********
@Catatan.Aksara
-Penghujung Maret 2019-
-Penghujung Maret 2019-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar