adalah bagian kecil dari hidup, agar ia tak redup. Sesuatu yang ingin diabadikan, namun tak mungkin akan bertahan sebab pada masanya ia pasti pergi. Tulisan barangkali bisa menjadi titik temu; antara gagasan, tanya, rasa, harapan, kebenaran, juga pencarian jawaban. Menyatu dalam sebuah bingkai berisi catatan-catatan sederhana. **(lsmdnt@catatan.aksara)**

Tentang saya :)

Total Pengunjung

Yuks menelusuri..

27 Jan 2019

Sajak *waktu

Januari 27, 2019 0 Comments


Kamu ingin dikenang.
Dirimu yang kecil itu mau melangkah semaunya, sepuasnya. 
Sampai semua orang merasa kehadiranmu ada.

Beruntung,
Daun yang gugur karna umur; 
awan yang ada sebab hujan, 
dan tetes air yang tak henti mengalir; semua turut mengamini.
Semua ingin kau bahagia dan dikenang.

Dan sekarang,
Tinggal kamu yang punya kendali.
Pintu-pintu kemenangan itu, kamu yang punya kunci.
Hanya mungkin kamu belum tau carany; atau belum menemukan kuncinya dimana.

Kamu terus belajar.
Menyaingi aliran hidup yang tak henti berputar.
Ada kalanya ia deras. Adakalanya berhenti perlahan.
Maka gunakanlah semua ide, energi dan waktu yang kamu punya dengan sebaik-baiknya. 
Jangan buat sia sia.

Kamu kadang ingin berhenti.
Tapi ku katakan, Jangan .
Dengar, jangan lagi itu kamu ulangi.
Sudah siapkah kamu bertemu Sang Penagih Janji?
Yang di sana kamu tidak akan pernah bisa berlari. 
Seperti dulu kamu disini.

Nanti.
Ketika dirimu telah jadi apa yang sering kau ucap dalam doa sehabis shalatmu, tak perlu lagi kau merangut karna takut. 
Atau meringis sebab tangis.
Ingatlah. Ada Dia Yang Maha Mendengar.
Sang Pemilik Waktu yang ingin agar kamu terus belajar.

***********
Terinspirasi dari salah satu karya bg Azhar.


#sajakwaktu

#catatan.aksara

17 Jan 2019

Bila subuh tiba ..

Januari 17, 2019 0 Comments

 
Subuh

Adakah yang lebih nikmat daripada merenung di tengah sunyi?
Bertanya sepuasnya pada hati ; berbicara jujur dan lebih dekat pada diri.

Semenjak dulu aku selalu yakin, bahwa subuh adalah ruang tenang paling menyentuh.
Pengetuk kesadaran ter"ajaib" yang mampu membuat keterserakan menjadi susunan utuh; 
terhindar dari gaduh,
mendekat setelah jauh,
bangkit kembali setelah jatuh.

Bila kau tak percaya, coba saja.

Subuh adalah dimana kejernihan fikiran kita terpancar.
Jauh dari kabut keraguan yang menyebabkan kita sering keliru mengambil keputusan.

Bagiku subuh begitu.. 
Salah satu moment terbaik dari banyaknya bagian waktu.

‌Itulah alasan mengapa aku begitu menyukai dan selalu rindu untuk bertemu dengannya. 
Sebab disana aku merasa lebih dekat pada Pencipta.

********
‌#saat subuh bertemu
#catatanaksara

3 Jan 2019

Dua Pelajaran

Januari 03, 2019 0 Comments






"Terkadang, ketidaktahuan adalah berkah"
******
           
 Siapa yang setuju dengan kalimat ini?

"Sayaaaaaaaaaa!!!!!! "

           Yups. Entah kenapa saya setuju sekali dengan kata-kata ini. Potongan kalimat yang dikutip dari salah satu status senior pagi tadi. Sampai  akhirnya saya meminta izin untuk menscreenshoot lalu memasangnya kembali di story. Mungkin beberapa orang akan bertanya–tanya, apa yang menarik dari penggalan kalimat ini.   
Baiklah, Coba kita bahas sebentar.

         Menurut saya, memang ada saatnya terkadang ketidaktahuan lebih baik daripada keingintahuan. Kenapa? Karna ketika kita tahu, itu berefek kurang positif untuk diri kita. Dalam hal ini, berubahnya pemikiran dan pandangan, khusunya terhadap subjek (orang) tertentu. 

            Misalnya begini, saya pernah pada posisi ketika diceritakan sesuatu oleh seseorang yang sebelumnya saya tidak pernah bertanya apalagi terfikirkan untuk menanyakan hal tersebut kepadanya. Tiba-tiba  saja informasi itu datang dengan sendirinya. Ketika saya sebenarnya ingin berhenti dan mengatakan “cukup jangan ceritakan lagi”, Ssya masih terus dijejali dengan informasi yang sama. Memang dalam hal ini ketidaksengajaan, apalagi yang mengatakan hal tersebut lebih dari satu orang. 

            Lalu bagaimana saya setelah itu? Saya merenung dan bingung sebenarnya. Apa manfaat yang saya dapatkan dari informasi tsb? Kalau dikatakan tidak berpengaruh sama sekali, rasanya tidak mungkin. Apalagi jika ini berkaitan dengan orang yang sering berinteraksi dengan kita. jikapun dikatakan berpengaruh, tidak juga. Mungkin sedikit. Sehingga kesimpulannya adalah  pandangan dan penilaian saya terhadap orang yang diceritakan menjadi sedikit berubah.  Yang pernah terjadi, saya sedikit kecewa. Walaupun itu bukan hak saya sebenarnya.

            Inilah kemudian alasan mengapa jika diberi pilihan, lebih baik tau atau tidak? Saya mungkin akan memilih ketidaktahuaan. dalam kondisi seperti ini, yaa. Sebab pada ketidaktahuan saya akan berfikir dan bertindak  biasa saja pada orang-orang sekitar saya tanpa menaruh pandangan yang berhubungan dengan masa lalunya atau apa saja yang telah dilakukannya menurut versi cerita yang telah saya dengar sebelumnya.
Bukankah setiap orang memang punya masa lalu, apa sekarang dia tidak pantas untuk berubah? Tentu saja setiap orang berhak bukan?

Lalu di sini siapa yang harus disalahkan?

Oke. Atas informasi dan cerita apapun yang pernah saya terima. Saya memutuskan untuk tak menyalahkan siapa-siapa.

Mungkin. Ini kemungkinan saja, bukan pembenaran. 
Pertama. Si pemberi informasi berniat baik ingin memberitahu kita supaya kita tahu dan tetap menjaga diri setelah itu.
Kedua, diri  kita sendiri.  Hey, Kita juga tidak berkeinginan untuk mencari tau kan, tapi informasi itu datang dengan sendirinya tanpa kita bertanya.
Ketiga. Subjek/objek cerita. Tidak mungkin juga kita menyalahkan mereka. Yang diceritakan pasti tidak mungkin mau menjadi objek cerita orang-orang. Terlebih lagi jika berita itu tidak benar. Jikapun benar, berpasangka baik saja, mungkin mereka punya alasan yang alasan itu tidak bisa mereka bagikan kepada semua orang.

Tapi jikapun harus ada yang disalahkan, lebih baik salahkan diri sendiri saja. Sebab kita adalah yang paling bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Kita bisa membatasi informasi apa saja yang selayaknya kita dengar, kita olah di fikiran, atau yang harus kita ceritakan kembali. Yups, kita adalah pemegang kontrol diri.

          Pada intinya. Tidak semua hal mesti kita tau dan cari tau. Tidak semua cerita harus kita simak. Tidak semua suara harus kita dengar. Bukan maknanya kita tak peduli. Bukan. Kadang kita memang harus begitu. Cukup tidak tau. Jika sudah terlanjur tau, cobalah untuk tak memikirkannya terlalu jauh..

Sekarang saya sedang belajar untuk begitu..

*****

"Ketika mendengar sesuatu, biasakanlah untuk bertanya"

            Oke, ini pelajaran kedua. Jika nasihat pertama tadi saya dapatkan pagi. Maka yang kedua ini saya dapatkan siang hari. Berawal dari pembicaraan kami bertiga (saya, teman, dan salah satu senior kami) di sela-sela dauroh, di luar ruangan. Sebenarnya kata-kata ini sudah biasa terdengar dan terucapkan. Tapi siang ini rasanya agak berbeda. Tepatnya lebih mengena. 

            Berawal dari pembahasan kami tentang satu isu yang berakhir dan merembet pada suatu cerita (read: kasus). Sebab ini berkaitan dengan orang yang kami kenal otomatis kebenarannya kami tau, tentu dari yang bersangkutan. Nah yang menjadi masalah disini adalah ketika misalnya  cerita ini bergulir dari ucapan beberapa orang dan ternyata hal tersebut salah. Ini tentu menjadi sesuatu yang kurang menyenangkan dan bisa jadi merugikan  bagi subjek yang diisukan. Sehingga salah satu senior kami tadi berkata seperti ini. 

“kite tuh, kalau dapat/dengar informasi langsung jak klarifikasi ke orangnye. Benar ndak? Jangan ke yang bawa cerite karna terkadang mereka sendiripun ndak tau ape yang sebenarnye terjadi".

            Saya setuju. Prinsip tabayyun itu memang penting. Dari situlah salah satu jalan kita akan menemukan kebenaran. Atau setidaknya alasan sebuah tindakan. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Atau bagaimana kejadian yang sebenarnya?. Saya yakin, setiap hal yang dilakukan seseorang pasti punya alasan. Alasannya beragam, ada yang bisa diterima, bisa dimaklumi, atau bisa jadi hanya sebuah pembenaran yang disitu sebenarnya mereka sedang keliru. Jika memang disitu ada kekeliruan,  kita akhirnya  bisa meluruskan dengan memberi nasihat dan pandangan.

            Membahas ini saya jadi teringat sebuah kejadian. Sebab saya sendiri pernah merasa berada pada posisi “disalahfahami”. Jadi waktu itu (sudah beberapa tahun yang lalu), disebabkan oleh tulisan yang tidak sengaja saya tulis di sebuah grup tentang kritik saya terhadap sesuatu. Nah Sekitar lima belas menit setelah mengirim itu, saya putuskan untuk dihapus saja sebelum dibaca lebih lanjut. Ternyata di grup itu, pesan  apapun yang sudah ditulis sekalipun telah kita hapus tetap bisa dibaca orang lain dan saya tidak tau itu. Saya sendiri  baru tau setelah tiga hari sebab dikirimi pesan pribadi yang berisi video nasihat untuk tak saling berdebat oleh salah satu junior . Saya bingung, kenapa. Dan di hari itulah saya baru tersadar bahwa orang-orang (read: teman-teman) membicarakan dan mendebatkan tulisan itu. Saya benar-benar baru tau sebab dalam rentang tiga hari itu tidak ada yang bertanya atau klarifikasi. Sebab tulisan itu juga saya di “tuduh” ini itu, intinya dinilai yang kurang sopanlah. sesuatu yang sederhana sebenarnya. Bisa dikatakan sepele tapi berefek luar biasa. Orang orang menjadi kecewa terhadap saya dan saya tentu juga kecewa dengan orang-orang. Mengapa tidak ada satu orang pun yang menanyakan kepada saya apa maksud tulisan yang sebenarnya telah saya hapus itu? jika ditanya saya pasti akan menjawab alasannya. 
Apa yang terjadi, sebabnya apa. begitu.
Karna hal tersebut juga, beberapa orang di luar grup akhirnya juga tau. (And I always ask “why?” 😓

“Nasi sudah menjadi bubur, anak panah sudah terlanjur berpisah dari busur. Kira-kira begitulah. Hanya kata maaf dan komitmen untuk senantiasa berhati-hati ke depan menjadi penguat dan perekat kembali sebuah kesalahfahaman”.

            Klarifikasi, tanyakan kembali. Kira-kira begitulah hendaknya sikap kita saat menghadapi suatu berita. Saya juga mungkin  pernah tersilap, melewatkan proses bertanya dan klarifikasi kembali setelah mendapat informasi. Ini untuk beberapa kondisi saja. Misalnya cerita yang saya tiba-tiba dapatkan tanpa saya tanyakan sebelumnya. Apalagi ia berkaitan dengan kisah (masa lalu misalnya) milik seseorang. Privasinya apalagi. Sesuatu yang saya yakin orang tersebut tidak akan senang jika kita tanyakan. Itu tentu tidak mungkin kan.

            Cara bertanya pun hendaknya hati-hati. Cari moment yang pas, kondisi yang paling memungkinkan, bahasa yang paling halus dan tidak menyakitkan, dan nasihat paling lembut yang bisa kita berikan. 

            Ah. Semoga saya bisa begitu. Menjadi manusia yang tak mudah menjudge orang lain, berusaha memahami sebelum terburu-buru menyimpulkan, serta tetap berprasangka baik demi menemukan kebenaran. 

          Maafkan saya yang pernah beberapa kali sebab mendengar suatu cerita yang saya sendiri belum tau kebenarannya, diam-diam menjadi sedikit menyimpan kecewa, dan cerita itu sampai saat ini belum diklarifikasi (karna itu tidak memungkinkan untuk ditanyakan)🙏

Tapi apapun itu, setelah terlanjur tau, saya memilih untuk tak mau tau saja. Selayaknya diam yang terkadang lebih baik dibanding berbicara. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.
[al-Hujurât/49:6
].

************
Salam sayang dari saya.
🌻
#Catatan.Aksara.