SAAT ALARM ITU BERDENTING KEMBALI
Lusi Murdianti
Oktober 24, 2017
0 Comments
“Untuk kesekian kalinya ia
mengeluarkan suara khasnya
Hitungan dua puluh dengan dentingan
nyaring tak berirama
Memecah hening membangkitkan
cerita”
(LM)
*******
22
Oktober 2017
“Barakallah fii umriki ukhtii”.
Semenjak tadi pagi, kata-kata ini tak berhenti memenuhi notifikasi whatsapp dan
juga beranda facebook. Benar, hari ini adalah hari ulang tahun saya. Tepatnya
ulang tahun ke 20. Dari beberapa hari yang lalu saya sudah mulai berhitung
mengira-ngira “benarkah saya udah 20 tahun?”. Terjawab sudah hari ini, nyatanya
memang iya.
Beragam do’a dan harapan yang teman
serta sahabat panjatkan. Intinya adalah mereka mendoakan keberkahan pada umur
saya, kemudahan segala urusan, juga kesuksesan dunia akhirat. Alhamdulillah, makasih semuanya.
Jika yang lain merayakannya dengan sebuah
“moment berharga” biasanya, kali ini
saya tidak. Masih seperti biasa dengan rutinitas setiap hari yang kurang lebih
dari hari ini ke hari lainnya. Ulang tahun dan pertambahan usia adalah siklus,
hal biasa yang saya yakin setiap orang sudah tentu melewatinya. Ulang tahun
kali ini benar-benar biasa saja, tanpa kue seperti tahun sebelumnya. Malah adek-adek yang minta bawakan kue,
please deh J
Sampai di titik ini, saya sangat
bersyukur atas segala nikmat dan limpahan anugerah yang senantiasa Allah
hadirkan pada rentang fase yang sudah saya jalani. Maka izinkan saya merasa menjadi
makhluk paling beruntung karena diberikan skenario kehidupan yang sungguh
sangat luar biasa oleh Allah SWT. Atas rezeki yang terkadang tidak saya
sangka-sangka kedatangannya, kemudian amanah dakwah yang sengaja Allah hadirkan
untuk menguatkan dan menguji keistiqomahan, juga kisah manis pedas pahit asam
asin yang kian menambah nikmatnya dinamika kehidupan.
Sore tadi saya baru saja menuliskan
sebuah kata nasehat untuk kakak saya (along) yang ulang tahun seminggu lalu..*ultahnya minggu lalu padahal. Dengan kata-kata seperti ini ; “Usia
yang berkah adalah yang ketika ia bertambah, maka bertambah jugalah ketaatan
dan rasa takut kita kepada Sang Pemilik usia. Maka sejauh apapun dirimu
melangkah, ingatlah untuk selalu kembali ke tempat semula”.
Barangkali ini juga nasehat yang
bisa saya gunakan untuk menasihati diri . Bahwa sebenarnya 20 hanyalah hitungan manusia. Standar sesungguhnya adalah
ukuran dan kualitas bekal amaliyah yang kita punya. Saat kita mengerti esensi
dari hakikat pertambahan usia , maka bukan euforia kebahagiaan berlebihan yang
kita rasakan, melainkan rasa takut dan berjaga-jaga “Sampai hitungan ke berapa
kematian akan menemui kita?’ atau “ Sampai pada titik mana Allah menetapkan
limit waktu kita berjuang di dunia?”.
Bertambah umur, selain sebagai
pengingat jatah usia juga sebagai tolak ukur capaian tentang karya-karya yang
kita cipta. Orang yang paling beruntung ialah saat perjalanan hari-harinya
senantiasa melahirkan karya yang bermanfaat untuk orang-orang di sekitarnya, *Khoirunnas anfa’uhum linnas. Semakin
produktif, berkembang serta bertambah amalan shalihnya. Harapan sederhana yang
semoga saja bisa membuat sisa umur ini menjadi bermakna.
Alhamdulillah.
22
Oktober 1997