adalah bagian kecil dari hidup, agar ia tak redup. Sesuatu yang ingin diabadikan, namun tak mungkin akan bertahan sebab pada masanya ia pasti pergi. Tulisan barangkali bisa menjadi titik temu; antara gagasan, tanya, rasa, harapan, kebenaran, juga pencarian jawaban. Menyatu dalam sebuah bingkai berisi catatan-catatan sederhana. **(lsmdnt@catatan.aksara)**

Tentang saya :)

Total Pengunjung

Yuks menelusuri..

13 Sep 2018

Bu Wagiyem : “Sosok Perempuan Hebat Kalimantan Barat”





Tulisan ini merupakan karya pertama yang berani saya publish untuk lomba menulis. April 2018, dibuat dalam waktu semalam (kali kedua saya lembur dan tidak tidur). Melalui proses singkat dengan dua kali wawancara langsung bersama narasumber, Alhamdulillah kisah yang beliau utarakan coba saya rangkai dengan kata-kata sederhana: sesuai kemampuan saya. Dalam banyaknya kekurangan karya saya ini, saya berharap ada inspirasi yang kita dapatkan dari sosok beliau. Karna jujur, saya sendiri adalah orang yang mengagumi beliau. Kepada dosen saya; Ibu Hj.Wagiyem, terimakasih sudah mempercayakan saya untuk menulis kisah hidup Ibu. semoga terus menginspirasi.

(Perempuan Inspiratif KalBar: Pendidik, Inspirator, Aktivis Dakwah)
oleh Lusi Murdianti




********************
“Perempuan adalah makhluk Allah yang diciptakan dengan diberikan potensi. Potesi yang dimiliki tidak boleh diabaikan, dalam artian kita harus berfikiran kedepan, harus punya kemandirian.  Niatkan segala sesuatu yang kita lakukan agar menjadi ladang  amal sholeh dan tabungan akhirat”. (Hj. Wagiyem)


            Ini adalah kisah tentang salah satu tokoh perempuan Kalimantan Barat yang begitu menginspirasi. Hidup bersama seorang Ibu single parent namun mampu mendidiknya menjadi seseorang yang berhasil. Takdir membawanya mendapatkan anugerah yang luar biasa, bisa mengunjungi Baitullah saat usia 7 tahun kemudian menghabiskan 10 tahun masa kecil sampai remajanya di Kota Suci, Mekkah.

            Kembali ke Indonesia melanjutkan pendidikan dengan tetap membawaserta mimpi dan harapan yang tak kunjung padam. Tekadnya untuk berhasil sangat kuat. Beliau menjadikan kedekatan dengan Allah sebagai alasan setiap tindakan. Doa dan ikhtiar selalu mengiringi perjalanan hidupnya.
            Perempuan cerdas, sosok luar biasa yang tidak henti-hentinya menebar manfaat. Tidak hanya di keluarga, lingkungan kerja, beliau juga mengabdikan dirinya di masyarakat.  Perempuan paripurna, menginspirasi.

      ************************* 


          Wagiyem atau yang lebih sering disapa Bu Wagiyem adalah  salah satu tokoh perempuan yang konsen di dunia pendidikan. Beliau dikenal sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Kalimantan Barat .Mengemban amanah penting menjadi  pimpinan salah satu organisasi besar di Kalimantan Barat tidak membuat ia lupa dengan tugas utamanya, beliau tetap menjadi sosok anak, istri dan ibu bagi keluarganya. Keberadaannya selalu menginspirasi setiap yang mengenalnya baik orang terdekat, mahasiswa maupun masyarakat yang pernah berinteraksi dengan beliau.
            Perempuan hebat ini lahir di Pontianak, 4 mei 1966. Buah hati dari Alm.Syamsuddin (bapak) dan Hj.Maemunah (Ibu). Pada masa kecilnya beliau dirawat oleh Ibunya yang memutuskan menjadi single parent karena berpisah dari Bapak. Bu Wagiyem merupakan bungsu dari tiga bersaudara, satu-satunya anak perempuan sebab kedua kakaknya laki-laki. Terlahir dari keluarga sederhana dan tidak memiliki sosok lengkap kedua orang tua membuatnya banyak belajar tentang bagaimana berjuang mewujudkan mimpi dan harapan.
            Ibunya adalah sosok hebat yang paling berjasa menghantarkan beliau pada keberhasilan. Perempuan dengan prinsip hidup yang kuat, pekerja keras, ulet, hemat, disiplin, serta  tidak bergantung pada orang lain ini juga mendidik anaknya dengan baik. Satu prinsip yang selalu dipegang teguh oleh ibu beliau yaitu “walaupun saya tidak sekolah, tapi anak saya harus sekolah dan berpendidikan” kalimat itu yang selalu beliau ucapkan. Beliau  selalu berusaha mewujudkan harapan dan cita-citanya, salah satunya adalah beliau ingin menunaikan haji ke Baitullah.
            Walaupun menjadi single parent dan harus menafkahi ketiga anaknya, Ibu beliau; Hj. Maemunah  kemudian menabung dari hasil usaha jualannya untuk berangkat haji. Meskipun pada awalnya banyak yang tidak percaya dan berpendapat bahwa lebih baik uang tabungan itu untuk hidup ketiga anaknya namun dengan tekad yang kuat alhamdulillah beliau bisa menunaikan haji di Mekkah. Setelah itu kehidupan mereka membaik dan kembali Allah berikan kesempatan untuk menunaikan haji sampai tiga kali. Setelah itu, pada kali keempat keberangkatannya ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah umroh ternyata kemudian menjadi babak baru dalam perjalanan hidup beliau, termasuk perjalanan Bu Wagiyem.
            Tahun 1974, saat itu Bu Wagiyem masih berusia sekitar 7 tahun. Beliau dengan bersemangat meminta untuk ikut dengan ibunya. Mendengar Hj.Maemunah sering bercerita tentang suasana dan keindahan Baitullah, Wagiyem kecil menjadi punya harapan kuat ingin terbang juga kesana. Baitullah adalah rumah Allah, dan dalam imajinasi polos beliau jika pergi ke Baitullah maka akan bertemu langsung dengan Allah. Hanya itu harapan sederhananya. Akan tetapi, perasaan spiritual yang muncul sejak kecil itulah yang kemudian setelah dewasa baru bisa beliau maknai.
            Beberapa pengalaman spiritual ini yang beliau dapatkan sangat beliau syukuri. Salah satunya adalah pada awal keberangkatan menuju Jakarta sebelum bertolak ke tanah suci. Mereka berdua berangkat dari Pontianak ke Jakarta dengan asumsi bahwa saudaranya akan menjemput di bandara Jakarta. Hj. Maemunah tidak tahu bahwa ada informasi tentang pesawat akan delay. Begitu sampai ke Jakarta tidak ada jemputan, mereka menunggu sampai malam. Akhirnya mereka bertemu dengan orang yang menawarkan penginapan tidak jauh dari bandara. Berjumpa dengan orang baik hati mereka juga diberi kemudahan serta dijamu. Wagiyem kecil adalah sosok yang supel, mudah berinteraksi dan suka bercengkerama dengan anak kecil sehingga orang tuanya menjadi senang dengan beliau dan akhirnya menjadi penghubung turut membantu mencari tau saudara yang seharusnya menjemput kedatangan mereka. Bu Wagiyem dan ibunya pada saat itu diantar kembali ke bandara hingga akhirnya bertemu saudara mereka.
            Singkat cerita, berangkatlah mereka berdua ke tanah suci ntuk melaksanakan ibadah umroh. Pada saat hendak pulang, mereka berkunjung dulu ke rumah teman H. Maemunah yang menetap di Mekkah. Teman ibunya Bu Wagiyem ini kemudian menawarkan untuk mereka berdua menetap saja disana dan memasukkan Bu Wagiyem ke sekolah dasar di Mekkah. Di Mekkah beliau tinggal dengan Ummi dan Syekh  yang sudah seperti orang tua beliau sendiri. Syekh adalah orang Mekkah yang bertugas mengkoordinir dan mengelola jamaah haji yang ke Mekkah. Tinggal di Mekkah membuat beliau harus berinteraksi dan menyesuaikan segala hal dengan keadaan disana.
            Sejak kecil beliau adalah sosok yang cerdas dan mendapatkan prestasi. Pada saat Madrasah Ibtidaiyah di Mekkah, Bu Wagiyem selalu mendapatkan rangking satu dengan predikat mumtaz. Salah satu kebahagiaan  dan motivasi beliau adalah saat mendapatkan hadiah sebagai apresiasi prestasi yang didapatkan. Enam tahun di Madrasah Ibtidaiyah kemudian beliau melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah, di sekolah menengah beliau juga mendapatkan prestasi, meskipun tidak juara satu tetapi masih masuk dalam peringkat lima besar. Setamat Madrasah Ibtidaiyah beliau melanjutkan lagi ke sekolah yang jika di Indonesia setara dengan Sekolah Menengah Atas. Tahun 1984 , setahun setelah  berada di sekolah menengah atas akhirnya beliau memutuskan untuk kembali ke Tanah Air.
            Sepulangnya ke Tanah Air, Bu Wagiyem memilih tetap untuk melanjutkan pendidikan kembali. Atas saran keluarga, karena beliau punya latar belakang pendidikan berbasis agama dan bahasa arab akhirnya bersekolah di PGA Pontianak (Pendidikan Guru Agama Islam ; saat ini sudah berubah menjadi MAN 2 Pontianak). Ada pengalaman menarik, saat pertama kali masuk, beliau tidak diizinkan untuk langsung belajar bergabung dengan teman teman kelas, melainkan disuruh untuk belajar dan membaca buku di perpustakaan guna menyesuaikan dengan kurikulum dan bahan pelajaran yang diterapkan di Indonesia. Sebulan lamanya beliau melakukan rutinitas yang sama hingga merasa bosan dan dengan memberanikan diri mengahadap Kepala Sekolah untuk meminta izin bergabung mengikuti pelajaran di kelas bersama teman-teman yang lain. Beliau merasa bahwa penting untuk bersosialisasi dengan teman-teman barunya hingga bisa menyesuaikan dengan lingkungan belajar yang juga baru. Tidak butuh waktu lama, beliau sudah bisa dekat dengan teman-temannya. Sebagai murid baru saat itu, Bu Wagiyem luar biasa. Ketika naik tingkat ke kelas dua, beliau  meraih juara satu sampai seterusnya begitu.
            Setamat PGA tahun 1986, beliau berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah meskipun keadaan saat itu sangat memungkinkan untuk langsung melamar kerja karena setemat PGA sudah bisa mendaftar mejadi guru. Namun Bu Wagiyem berfikiran bahwa ilmu agama yang dimilikinya masih harus ditambah sehingga beliau memutuskan untuk mendaftar di jurusan bahasa Arab, fakultas tarbiyah STAIN Pontianak yang pada saat itu masih di bawah Yayasan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
            Di dunia kampus inilah kemudian beliau banyak mendapatkan pengalaman dan pelajaran hidup yang berharga. Pada saat itu kondisi fasilitas kampus masih sangat minim dan mahasiswa juga tidak banyak. Dua kelas jurusan PAI ( Pendidikan Agama Islam) dan satu kelas bahasa Arab. Jumlah mahasiswa hanya 10 orang untuk mahasiswa bahasa Arab, dan Bu Wagiyem menjadi satu-satunya perempuan yang mengambil jurusan itu.   Prinsip Bu Wagiyem pada saat itu beliau tidak suka melihat orang lain menyontek. Ada rasa tidak rela dan tidak adil  bagi beliau.
            Saat itu karena mahasiswa jurusan bahasa Arab sedikit jadi sering bergabung dengan mahasiswa PAI untuk mata kuliah umum. Beliau memang terbiasa mencatat point-point penting yang dijelaskan dosen. Beliau adalah tipe orang yang jika membaca harus dari awal sampai akhir, rasa ingin tahu dan minat bacanya yang tinggi. Yang menarik dari beliau ialah beliau yang susah memahami catatan orang lain meskipun dengan tulisan sangat rapi dibandingkan catatan sendiri walau tidak terlalu rapi. Pengalaman yang tidak beliau lupakan adalah ketika ujian mata kuliah sosiologi, saat itu beliau lupa untuk mempelajari kembali materi untuk ujian. Kondisi susasana kelas yang ramai menjadikan pengawasan yang agak kurang, teman-teman beliau banyak yang mencontek, ada godaan agar beliau juga igin begitu tapi beliau meyakinkan dirinya sendiri untuk jujur meskipun hasilnya seadanya. Ada rasa tidak percaya diri saat itu, tapi Alhamdulilah tidak disangka hasilnya memuaskan.
            Selain mata kuliah sosiologi, ada satu mata kuliah lagi yang berkesan bagi beliau. Saat itu mata kuliah psikologi dengan dosen yang begitu perfect dan detail dengan penilaian dari ujian tulis, wawancara sampai sikap dan keaktifan saat di kelas. Saat ujian, salah satu teman beliau bertanya tentang maksud dari soalnya, beliau bantu menjelaskan karna yang ditanya soal; bukan jawaban. Tapi sudah terlanjur tertangkap basah dipandangi oleh dosennya. Saat itu juga beliau khawatir dan berfikiran bahwa tidak akan lulus sebab takut dianggap mencontek kepada temannya. Beliau sudah berfikiran akan mengulang jika tidak lulus, tidak disangka saat pengumuman nilai dari puluhan mahasiswa hanya 2 mahasiswa yang dapat nilai A (saat u standar nilai A adalah rentang 85-100). Nilai A adalah nilai yang sudah didapatkan. Ternyata salah satu dari yang mendapatkan A itu adalah beliau. Keyakinan dari pengalaman seperti itu yang juga mengahantarkan beliau memaknai sikap sikap positif yang diterapkan sampai saat ini.
Sejak semester  satu beliau sudah punya keinginan untuk menjadi dosen dan bertanya dengan dosen apa syarat menjadi dosen. Salah satunya dijelaskan bahwa syarat menjadi dosen adalah ipk minimal 3. Beliau kemudian memasang target dan tujuan untuk meraih harapannya. Pengalaman saat kuliah juga, kelemahan beliau adalah sosok yang kurang suka tugas kelompok, lebih suka tugas mandiri karena tugas kelompok yang beliau anggap kurang efektif mulai dari kurangnya koordinasi, waktu yang kurang dimanfaatkan dengan baik karena saat bertemu akan bercerita dan beberapa hal lainnya.
            Motivasi beliau timbul dari lingkungan keluarga dan sosok ibu yang tegas bahkan saat beliau sudah kuliah. Misal saat meminta uang untuk membeli bedak atau hal lain yang kurang bermanfaat tidak diberikan akan tetapi jika uang untuk membeli buku, kepentingan untuk belajar atau transportasi kuliah itu pasti langsung diberikan. Beliau sejak mudah sudah berpegang pada prinsip tidak mau goncengan dengan laki-laki karena bukan mahram, diajarkan untuk mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.
            Sambil kuliah Bu Wagiyem menjadi tenaga hororer di perpustakaan saat itu dengan gaji masih 15 ribu pada tahun 1987. Ini dianggapnya sebagai strategi dan kesempatan supaya bisa lebih banyak membaca buku karena jika meminjam biasa mungkin hanya bisa minjam 2, tapi kalau kerja bisa banyak buku.
            Beberapa waktu setelah itu kemudian beliau memutuskan untuk berhenti dengan alasan fokus skpripsi. Beliau adalah sosok yang senang melakukan sesuatu secara terencana. Selalu mentarget segala sesuatunya termasuk masa pengerjaan skripsi. Banyak tantangan juga salah satunya adalah pengalaman beliau saat harus mendatangi dosen subuh subuh untuk bimbingan dikarenakan dosen pembibing beliau tidak  lama setelah itu harus berangkat keluar mek]lanjutkan studi.  Alhamdulillah, proses itu bisa dilewati sehingga beliau bisa menyelesaikan kuliah kurang lebih 5 tahun. Tahun 1991, beliau mendapatkan predikat terbaik dan harus wisuda di Jakarta karna STAIN saat itu masih di bawah naungan IAIN syahid Jakarta. Ini menjadi kebahagiaan yang luar biasa bagi beliau karena bisa bersalaman dengan Rektor yang kesempatan itu tidak dimiiki semua peserta wisuda sebab terlalu ramai.
            Setelah wisuda beliau memasukkan lamaran ke beberapa instansi, termasuk instansi diluar negeri seperti Malayasia dan Brunei. Namun takdir membawanya untuk menjadi pengajar di tempat asalnya menuntut ilmu, dosen di Jurusan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah STAIN Pontianak.
            Di masa mudanya, Bu Wagiyem adalah sosok yang memegang teguh prinsip dan mempunyai pandangan bahwa tidak boleh berpacaran di dalam Islam sehingga selalu menjaga diri. Salah satu tipe yang beliau harapkan bisa menjadi imam beliau adalah memiliki kesamaan visi, agamanya kuat, bertanggung jawab, juga seorang aktivis supaya nantinya tidak memikirkan diri dan keluarga saja tapi juga memikirkan orang lain dengan berdakwah. Alhamdulillah beliau bertemu dengan bapak H. Abdussomad yang saat ini menjadi suaminya. Mereka menikah tahun 1992, tidak lama setelah itu SK PNS Bu Wagiyem mengajar di STAIN juga keluar.

Peran di Keluarga
            Bu Wagiyem mempunyai suami dan dua orang anak. Dua anak perempuannya yaitu Ariza dan Arifa. Hj. Maemunah, nenek dari Ariza dan Arifa juga tinggal bersama mereka. Saat ini mereka bertempat tinggal di Jl. Gusti Hamzah gg. Nursalim Pontianak.
            Beliau merasa beruntung mendapatkan suami yang selalu mengajak kebersamaan. Berbagi segala tugas pekerjaan rumah mulai dari mencuci, menyeterika, mencuci piring, bekemas rumah sampai memasak. Untuk kedua anaknya beliau mengajarkan anak-anak memang tidak ditekankan harus juara 1 tapi ditekankan bahwa sekolah itu penting sehingga mereka termotivasi dan mendapatkan prestasi di sekolah. Pada akhirnya anak beliau menjadi sosok yang mandiri dan disiplin,
            Tantangan dan ujian bagi beliau di tengah keluarga pada saat itu adalah terkait melanjutkan pendidikan. Tahun 1998. Beliau saat itu, harus S2. Dilema karena harus S2 di luar pulau Kalimantan yaitu di IAIN Walisongo Semarang. Anak bungsu Bu Wagiyem saat itu baru berusia kurang dari 2 tahun. Pada kondisi itu, hampir setiap hari beliau menelepon, karna hanya bisa pulang setiap liburan menggunakan kapal, seperti libur semester. Tapi semua itu didukung oleh Ibu dan suami. Yang paling mengharukan adalah pernah saat beliau pulang liburan “Anak bungsunya seperti tidak kenal dengan dirinya karena terlalu lama berjauhan”. Namun setelah itu dia terbiasa kembali. Setelah itu kadang suami beliau membawa kedua anaknya ke Semarang untuk bertemu ibu 2 bulan sekali.
            Bapak pada saat itu mencoba ikut tes lalu lulus di Universitas negeri Semarang. Kemudian mereka sekeluarga hijrah ke Semarang. Bu Hj. Maemunah turut ikut.  2001 Bu Wagiyem selesai kuliah dan pulang ke Pontianak.
Di rumah, Ibu tidak dibantu asisten rumah tangga saat ini, meskipun dulu sempat pernah. Semuanya dikerjakan sendiri;  melayani Ibu beliau, suami serta anak beliau (saat ini sedang kuliah di Yogyakarta).

Peran di Lingkungan Pemdidikan
            Setelah tamat S2 di tahun 2001, Bu Wagiyem dipercaya untuk menjadi ketua program studi (Kaprodi) Pendidikan Bahasa Arab sampai tahun 2004. Kemudian setelah itu terpilih menjadi Ketua Jurusan Syariah pada 2004-2008.
            Pada saat menjabat menjadi ketua jurusan, Bu Wagiyem menjadi pimpinan yang memandu bawahan dan rekan kerjanya untuk bisa belajar menjalankan organisasi dengan memberikan kesempatan dan mempercayakan beberpa tugas seperti saat saat kepanitiaan atau event-event yang ada.
            Tegas pada mahasiswa, disiplin dan tegas namun menyampaikan sesuatu dengan lembut, begitulah sosok beliau. Banyak dari  pengalamannya saat kuliah kemudian diterapkan saat mengajar seperti tegas pada mahasiswa yang ketahuan mencontek, dsb.
Setelah tidak lagi menjadi Kajur Syariah, Bu Wagiyem memutuskan menjadi dosen biasa. Mengabdi untuk pendidikan di kampus sampai dengan sekarang.
            Selain di IAIN, Bu Wagiyem juga sering diminta di Universitas Muhamadiyah Pontianak dan Akademi kebidanan Aisiyyah Pontianak. Ibu biasanya mengisi materi pengajian, diskusi baik untuk kalangan dosen maupun mahaiswa.
Peran di masyarakat
            Aktif  di luar kampus yaitu di organisasi masyarakat, Aisiyyah Kalimantan barat. Beliau merupakan adalah anggota Aisyyah. Pada saat menjabat di kampus, beliau masih belum terlalu aktif disini karena harus membagi waktu. Menurut beliau, organisasi Aisiyyah ini adalah organisasi perempuan yang punya ciki khas dengan model dakwah yang langsung bil aml (dengan perbuatan) tidak hanya bil lisan.
            Disana beliau mengelola lembaga-lembaga yang didirikan secara profesionl, sesuai dengan standar yang diterapkan. Didalamnya memuat banyak bidang, ada majelis kesehatan, majelis pendidikan ( seperti : TK, SD, SMP, SMA, SMK, atau Akbid  yang berada dibawah naungan yayasan), majelis unit usaha ekonomi, dll. Di Kalimantan Barat, organisasi ini tersebar di 13 daerah, setiap daerah mengkoordinir di daerah masing masing namun bertanggung jawab kepada pimpinan diatas.
            Bu Wagiyem diamanahkan untuk menjadi pimpinan selama 2 periode.  Masa kepengurusan beliau adalah sampai tahun 2020. Di sinilah beliau banyak melakukan pengabdian yang benar benar nyata kepada masyarakat, berbagi pengetahuan beliau, mengisi di majelis-majelis ilmu, dan banyak hal lain yang sangat bermanfaat dirasakan masyarakat secara langsung.

Pesan Bu Wagiyem Untuk Perempuan-Perempuan Kalimantan Barat:
            Perempuan adalah makhluk Allah yang diciptakan dengan diberikan potensi. Potesi yang dimiliki tidak boleh diabaikan, dalam artian kita harus berfikiran kedepan, harus punya kemandirian.  walaupun sudah berkeluarga kalau bisa jangan bergantung keadaan suami, misalnya sebagai anak tidak boleh hanya begantung pada orang tua. Seorang perempuan itu harus mandiri. Tidak ada salahnya seorang istri berpartisipasi membantu untuk ekonomi keluarganya, anggap sebagai sedekah dan amal shaleh. Kesempatan yang digukanan harus dimaksimalkan.  Cita cita kita sederhana saja, menjadi orang baik sesuai hadist Rasulullah : Khoirunnas anfauhum linnas (bermanfaat untuk orang lain).
            Begitupun dalam rumah tangga, sebagai seorang istri kita tidak boleh terlalu banyak menuntut di luar batas kemampuan suami. Sehingga suami terpengaruh terdorong untuk melakukan hal hal yang melanggar aturan agama. Nauzubillahi min dzalik.  Dari segi ekonomi, istri kalau bisa membantu suami apapun dikerjakan tetap dengan  prisnsip harus halal. Jangan berfikiran jika Sarjana nanti malu melakukan pekerjaan yang sederhana padahal sebenarnya halal. Percaya dirilah dengan hal itu. Kita tidak tau ke depan akan seperti apa, apalagi jika hanya mengandalkan suami. Karena suami juga wajib memberi nafkah untuk orang tunya.
            Harus bisa mengajak suami untuk bersama-sama menjadi soleh, dan menjadikan dia anak yang sholeh bagi kedua org tuanya. Pandai-pandailah memanaje waktu. Kita bisa beraktivitas dan bermanfaat di sektor formal pekerjaan, informal di keluarga ataupun non formal di masyarakat. Jangan pernah merasa lelah, niatkan ini menjadi ladang  amal sholeh dan tabungan akhirat. Amalkan surah al-ash tentang dua golongan yang tidak akan pernah merugi yaitu yang beriman dan beramal sholeh. Semoga kita menjadi bagian darinya.Aamiin

 ******************
di bagian terakhir saya sertakan foto beliau bersama Suami.

 

Semoga Bermanfaat..
Murdianti.lusi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar