adalah bagian kecil dari hidup, agar ia tak redup. Sesuatu yang ingin diabadikan, namun tak mungkin akan bertahan sebab pada masanya ia pasti pergi. Tulisan barangkali bisa menjadi titik temu; antara gagasan, tanya, rasa, harapan, kebenaran, juga pencarian jawaban. Menyatu dalam sebuah bingkai berisi catatan-catatan sederhana. **(lsmdnt@catatan.aksara)**

Tentang saya :)

Total Pengunjung

Yuks menelusuri..

15 Mei 2018

Cerita | Nostalgia,,


           
Hasil gambar untuk gambar cerita warna warni bagus
Assalamualaikum Warohmatullahi wabarokatuh teman teman.. apa kabarnya?.. semoga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT :)..
ini ada yang lagi mau nostalgia terkait kisahnya. tidak penting dia siapa. Mungkin seorang mahasiswa yang ingin berbagi inspirasi,..

*Note: nama dan tokoh tokoh disamarkan ..
jangan berspekulasi dan mengira-ngira..
selamat membaca kisahnya :)


 Namanya Cici. Bersekolah di salah satu Madrasah Aliyah Swasta di Kota Singkawang. Sekolah sekaligus pesantren yang membuatnya tinggal di asrama. Semenjak SMA memang punya keinginan dan cita-cita besar ingin meneruskan pendidikan ke bangku kuliah meskipun berasal dari keluarga sederhana. Cici mencoba percaya diri dengan mimpinya. Di sekolah sangat jarang membicarakan tentang akan melanjutkan kuliah ke mana, karena sebagian besar teman-temannya (tidak semua) berfikir bahwa biaya untuk kuliah itu banyak, tidak punya keluarga di kota, lebih baik langsung kerja atau bahkan berencana menikah muda. Cici selalu yakin bahwa suatu saat mimpinya akan terwujud, banyak orang sederhana atau bahkan tidak mampu yang sukses. Sekarang juga sudah banyak beasiswa fikirnya. Salah satu contoh ialah kakaknya yang selalu membuat dia bersemangat dan yakin bahwa dia bisa duduk di bangku kuliah.
            Cici, di sekolahnya mengambil jurusan agama pada saat naik kelas XI. Bersama beberapa sahabatnya; Ani, Leni, Yuyun dan ada beberapa lagi. Sebab di sekolahnya pada saat itu hanya ada dua jurusan. Agama dan IPS. Fikirnya, jika masuk jurusan agama dia akan mendapatkan pengetahuan lebih tentang pelajaran ilmu hadist, ilmu tafsir dan Ushul Fiqh. Karna memang 3 pelajaran itu yang menjadi tambahan pada saat Ujian Nasional, menambah pelajaran matematika, bahasa Indonesia dan bahasa inggris.
            Pelajaran yang sangat disenangi cici adalah Matematika. Pelajaran favorit sedari SD. Di asramanya cici sering mengajari adik tingkatnya yang MTs untuk mengerjakan PR matematika. Sampai pernah dia hampir dipanggil oleh salah satu guru matematika di MTs yang masih satu komplek dengan sekolahnya itu karena mengajarkan adik kelasnya dengan cara yang berbeda dibanding cara yang diajarkan oleh guru tersebut meskipun hasil akhirnya sama. Baginya, matematika itu tidak harus satu cara, yang penting kita mengerti. Dia begitu menyukai matematika, guru matematika tidak ada yang killer baginya. Dari Madrasah Ibtidaiyah sampai madrasah Aliyah. Ditambah lagi guru MTK nya di Madrasah Aliyah senang membagi kue untuk anak asrama. Bertambahlah kecintaannya hingga suatu waktu cici pernah berujar ingin menjadi guru matematika dan kuliah di FKIP Matematika Universitas Tanjung Pura.
            Semester 2 kelas XII, di semester akhir seklaigus tahun terakhirnya bersekolah. Datang sebuah surat yang ditujukan kepadanya dan beberapa teman kelasnya. Isinya mengejutkan, sebuah undangan masuk ke Perguruan Tinggi di Yogyakarta dengan tanpa tes dan memilih sendiri jurusan. Jurusan yang ditawarkan adalah jurusan kesehatan. Bertambah semangatlah dia dan coba mendiskusikan kepada orang tuanya.
S: Ibu, Alhamdulillah aku lulus di salah satu sekolah tinggi kesehatan di Jogja. Tanpa tes bu . gimana menurut ibu?
I: Oh iya. Alhamdulillah. Bagus lah nak. Gratis atau bagaimana itu ci?
S: di undangannya sih ndak ada tulisan gratis bu. Cuman tanpa tes. Jogja bu, dan tanpa tes; sayang sekali kesempatan ini.
I: Ibu sih mikirkan biayanya ci. Karna biaya hidup di jogja kita belum tahu. Dan terus terang ibu belum bisa membiayai itu.
S : iya lah bu. Tidak apa-apa. Mungkin belum rezeki, nanti mau coba di lain tempat lagi.

            Hingga akhirnya cerita tentang undangan itu terlupakan olehnya. Cici kembali fokus menghadapi persiapan ujiannya. Kali ini cici ingin mencoba daftar SNMPTN di Untan. Bergegas dia bersama sahabat-sahabatnya ke ruang TU menemui salah satu petugas TU yang sudah akrab disapanya bernama pak Lino atau bang Lino.
S: Assalamualaikum wr.wb
B: waalaikumussalam wr.wb
S: Boleh masuk ndak bang? Hehe
B: Boleh, ade ape ci?
S: nd pp bang. Abang sibuk nda?
B: mau apa, bilang dulu..
S: hehe. Bang, kami (Ani, Leni dan yuyun) mau daftar SNMPTN di Untan. Dengar dengar anak IPS udah banyak daftar. Takut udah tutup..
B: Oke, abang cek dulu ya..
S: siap bang.
B: Nah (sambil menyodorkan kursi depan layar komputer), isi sendiri dulu datanya.
S:  Aku dulu ya J (berbicara ke sahabat-sahabatnya).
            Jurusan yang bisa dipilih itu kosong dan tidak ada daftarnya. Cici bingung dan bertanya lagi pada bang lino.
S: Bang, ini kok ndak mau dipilih ya?
B: Sini dicoba lagi, kamu mau milih jurusan apa.
S: jurusan matematika bang. Yang guru, FKIP.
B: (mengutak atik computer dan mengatakan), oh iya memang ndak bisa si karna kalian kan jurusan agama sedangkan di Untan jurusannya umum.
S: Tapi kan kami juga ada pelajaran MTK, ahasa idonesia dan bahasa inggris bang?
B: Ndak tau juga abang. Intinya ini ndak bisa. Kalau teman temanmu yang IPS udah otomatis bisa.
S: Ya udah lah bang. Makasih ya bang. Kami pulang ni.
B: iya sama sama. Nanti dicoba jak lagi datang keruangan.
S: iya bang..

            Pupus lagi harapannya untuk mendaftar SNMPTN di Untan. Padahal dalam benaknya nanti kalau lulus dia mau mendaftar bidikmisi seperti kakaknya. Ketiga sahabat cici juga punya keinginan yang sama, tapi tidak seantusias dirinya yang bahkan beberapa kali pergi ke warnet hanya untuk searching tentang pendaftaran kuliah dsb. Gagal di SNMPTN artinya untuk mewujudkan mimpinya kuliah di FKIP matematika cici harus ikut tes SBMPTN. Berarti harus belajar lagi. Untuk ini cici konsultasi dan bertanya pada kakaknya.

S: Kak, cici ndak bisa daftar SNMPTN di Untan
K: kenapa tidak bisa?
S: karna cici jurusan agama dan ndak bisa daftar kuliah jurusan umum L
K: Ikut SB jak.
S: Bisa kah?
K: bisa, tapi harus belajar dari awal lah. Pelajaran ekonomi, sejarah, dll kalau kamu ngambil P.IPS. ada juga paket IPA dan IPC.
S: iya lah. Nanti cici belajar lagi, mau minjam buku anak IPS di asrama. Tapi ini mau fokus UN dulu, cici juga mau nyiapkan lomba di provinsi, nanti setelahnya baru mau fokus.
K: iya gpp, fokus jak dulu. Semangat..

            Kekecewaannya tidak bisa daftar SNMPTN akhirnya membuatnya berfikir bagaimana jika SBMPTN juga gagal. “Yah, sirna lah sudah harapanku untuk kuliah. Apa karna aku jurusan agama hingga tak satu kampus negeri pun bisa menerimaku. Begitu yang difikirkannya.
            Sampai di pertengahan bulan maret 2014, saat itu ia sedang jajan di kantin belakang asrama. Ada yang memanggilnya. Ica, adik kelasnya di asrama.
I: Kak cici, dipanggil bang lino. Disuruh ke TU sekarang.
S: Ada apa ya Ca?
I: ndak tau juga kak. Pokoknya di suruh cepat. Sekarang, sama kak yuyun, kak leni dan kak ani juga.
S: Serius? Masih belum selesai makan ni ca.
I: Ica cuman nyampaikan pesan kaliaka di suruh cepat kakk. 

            Bergegas ia bersama ketiga sahabatnya menuju ruang TU kantor sekolah. Dalam benaknya, semoga saja ini ada kaitannya dengan SNMPTN.
S: Assalamualaikum, bang lino.
B: Waalaikumussalam. iya. ci, yun, len, ani.. silahkan masuk
S: iya bang. Ada apa bang memanggil kami.
B: ini, ada pendaftaran jalur online lagi. Kalian mau kah?
S: di Untan kah bang. Katanya kemarin ndak bisa.
B: bukan, ini di STAIN Pontianak. Besok pendaftarannya udah tutup. Kalau mau, cepat isi.
S: Kirain di Untan. STAIN ada jurusan apa bang?
B : Liatlah disitu ada ci.

Cici menghadap sahabat-sahabatnya dan berucap: “kalian mau daftar ndak?”
Ani : Aku belum kayaknya.
Leni: sama aku juga belum
Cici : Yuyun? Yoklah daftar. Belum tentu lulus kan.. coba coba jak.
Yuyun: Ragu masih..

            Akhirnya di ruangan itu cici memutuskan untuk mendaftar dan memilih jurusan PGMI. Karna dia berfikir bahwa di kampungnya ada Madrasah Ibtidaiyah dan mungkin dia bisa mengajar disana nantinya. Dan Yuyun, memilih jurusan yang sama. Sedangkan Ani dan Leni tidak mendaftar. Pulang dari ruang TU, cici saat tiba di asrama mencoba menghubungi kakaknya kembali untuk meminta pendapat.
S: kak, tadi cici daftar di STAIN Pontianak. Menurut kakak gimana?
K: Ambil jurusan apa?
S: PGMI kak, pilihan kedua Ekonomi islam.
K: STAIN lumayan bagus sih. Kan kampus  negeri juga nanti bisa cari beasiswa.  kalau jurusan PGMI itu kan guru madrasah ibtidaiyah. Kayaknya agak lebih kecil  untuk peluang kerja. Soalnya kan MI juga ndak banyak.
S: iya kah kak? Jadi salah lah ni. Hmm
K: kenapa ndak ambil ekonomi Islam jak. Kan kamu suka hitung-hitungan. Ndak bisa masuk matematika masuk ini kan bisa. Ada hitungan matematika, juga syariahnya. Sesuai jurusan mu.  Sekarang juga bank syariah banyak berkembang. Kamu bisa daftar disitu nanti.
            Beberapa masukan dari kakaknya menjadi pertimbangan cici untuk memilih kembali jurusan. Namun rupanya jurusan tidak bisa lagi diubah. Lengkap sudah jatuhnya. Cici berfikir, mungkin ini jalan yang harus cici jalani. Apa boleh buat, salah siapa milih jurusan ndak nanya-nanya. Asal pilih. Yah..
            Setelah pendaftaran SPAN PTAIN jalur online untuk kampus STAIN, cici mencoba searching internet apakah bisa mengubah pilihan jurusan. Ternyata bisa, dengan cara mengirim email ke admin pusat. Cici, dengan semangat ingin masuk jurusan Ekonomi Islam akhirnya memberanikan diri mengirim email ke admin pusat beserta alasan-alasan supaya itu bisa diterima.alhamdulillah bisa..
            Ujian nasional  hampir tiba. Beberapa waktu sebelum itu Cici diberitahu pihak sekolah bahwa ia dan ketiga teman kelasnya yaitu Ani, Udin dan Riski didaftarkan beasiswa Santri. Terserah memilih jurusan apapun di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri se Indonesia. Kali ini Cici kurang bersemangat. Ia cuman mengiyakan dan tidak terlalu antusias. Bahkan jurusan yang dipilih saja diserahkannya kepada pihak sekolah.  Ujian Nasional akhirnya berlangsung. Perasaan takut dan grogi coba dihilaangkannya. Sampai 3 hari selanjutnya ia baru bisa bernafas lega. Bismillah, apapaun hasilnya ini sudah maksimal. Fikirnya.
            Jeda waktu antara ujian nasional dan pengumuman kelulusan digunakannya untuk fokus latihan menghadapi lomba. Lomba tingkat provinsi yang mestinya dipersiapakan beberapa bulan sebelumnya harus ditunda sementara dan baru bisa dilakukan setelah Ujian Nasional. Lomba yang membuatnya jauh lebih grogi dari ujian nasional karna kali ini cici menjadi juru bicara timnya mewakili kabupaten tempat tinggalnya.
            Lomba yang diikuti mereka berjalan lancar. Alhamdulillah, cici dapat juara meskipun hanya juara harapan 3 alias juara 6 dari 14 kabupaten kota yang ada di KalBar. Cici cukup puas karna dia sadar tidak banyak waktu yang disediakannya untuk latihan lebih tepatnya tidak maksimal mengingat UN yang juga dihadapi ditambah pelatihnya tinggal di kota yang berbeda.

            Persiapan lomba dan kegiatan lomba seminggu di bulan mei membuatnya lupa akan tes beasiswa santri yang pernah ditawarkan sekolahnya. Juga belajar untuk SBMPTN pun belum dilakukannya sementara pengumuman SPAN-PTAIN di STAIN juga belum ada kepastian. Hingga jadwal pengumuman kelulusan dibacakan. Kali ini bukan teriakan keras atau loncat loncat ala anak SMA. Tapi tangisan riuh gaduh yang didengarnya. Pengumuman mereka dilakukan di masjid oleh Ustadz. Ustadz kesayangannya yang biasa dipanggil Abah olehnya.  Alhamdulillah lulus 100% dan cici mendapat nilai tertinggi untuk jurusannya. “Ya Allah Alhamdulillah” ucap nya.
            Setelah pengumuman kelulusan, besoknya kemudian Cici dan ketiga temannya diminta untuk mengikuti tes beasiswa santri di Pontianak. Satu temannya mengundurkan diri sebab sudah memilih melanjutkan pendidikan Pesantren di Jawa. Saat itulah Cici baru tahu kalau dia dipilihkan jurusan Ilmu Al-Qur’an dan tafsir di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bersama dengan santri dua PonPes di kota singkawang mereka berangkat. Di perjalanan Cici sempat mengobrol dengan temannya yaitu si kembar dari pesantren ushuluddin. Maya Fitriana dan Maya Fitriani .
C: Kalian ngambil jurusan apa?
M: Aku keperawatan, kalau kakak ku kedokteran di UIN Syahid Jakarta.
C: Oh, iya.. semangat .
            Tes yang dikerjakan pun banyak yang tidak dijawab Cici karna kurang belajar. Terutama tes bahasa inggris dan bahasa arab, Arab gundul tepatnya. Karna rupanya untuk jurusan Ilmu Al-Qur’an dan tafsir itu double susahnya. “Pasrah aja lah hasilnya” ucap cici. Di kegiatan TES itu juga cici berjumpa temannya yang berasal dari PonPes Darussalam Mempawah; Sasa, kenalan saat lomba waktu itu yang saat ditanya juga ternyata mengambil jurusan dan kampus  yang sama dengan Cici.
            Pengumuman tiba, yang awalnya malas kali ini tiba-tiba cici bersemangat. Ada keinginan dirinya untuk bisa melanjutkan pendidikan di tanah Jogja. “Semoga lulus” ucapnya. Dan sudah bisa ditebak hasilnya: tTdak lulus!.. tidak ada yang lulus dari sekolahnya pada tes ini. kali ini Cici tidak terlalu sedih karna dia sadar bahwa keinginannya dari awal adalah lemah dan usahanya juga kurang. Kabar baiknya, si kembar yang satu mobil dengannya waktu itu lulus kedua-duanya. Kedokteran dan perawat,… keren . Sedangkan Sasa, temannya itu juga tidak lulus, namun Cici tau sekarang Sasa kuliah di LIPIA Jakarta.
            Setelah pegumuman beasiswa santri, teman-teman cici disibukkan mengecek hasil SNMPTN. Beranda facebooknya penuh oleh status tentang lulus dan tidak lulus. Sedangkan cici menunggu hasil tes SPAN-PTAIN yang beberapa minggu setelah itu baru diumumkan. Sabar menunggu, akhirya tibalah masa itu. entah kenapa kali ini agak deg-degan dan berharap banyak bahwa Cici bisa lulus di STAIN. Kampus yang bahkan cici belum pernah sama sekali melihatnya. Dari pagi sistem pengumuman tidak bisa dibuka. Hingga siang, cici masih ingat di hp jadulnya. “Nokia kecil yang cici lupa tipe berapa, bisa internetlah intinya” itu terpampang dengan jelas “ Selamat anda lulus di Ekonomi Islam STAIN Pontianak” silahkan registrasi ulang, blab bla bla. Yang ujungnya tak sempat Cici baca dan baru diulangi baca setelah itu.
            Cici dengan semangat yang tinggi menyampaikan kepada kedua orang tuanya. Inti pembicaraan itu adalah bahwa orang tuanya mendukung ia melanjutkan pendidikan namun khawatir tak mampu membiayai sampai selesai karna belum bisa memastikan biaya perbulan cici dsb. Melihat keresahan kedua orang tuanya, cici mencoba meyakinkan. Tidak apa-apa pak, bu. Uang yang ada aja dulu untuk daftar ulang. Nanti untuk biaya lain bayar kost, beli lemari dsb nanti tambah uang cici yang hasil lomba kemarin kan masih ada ucapnya. Cici dilema, dari awal memang dia mnyadari bahwa latar belakang keluarganya yang sederhana dirasa kecil sekali kemungkina  untuk kuliah. Ditambah mindseat di kampugnya bahwa lebih baik pergi ke Malaysia dan langsung menghasilkan uang. Namun cici, tidak pernah sedikitpun untuk seperti itu, orang tuanya juga tahu keinginan Cici. Akhirnya mereka bersepakat untuk Cici kuliah dan berusaha untuk nyari beasiswa  dan tambahan biaya seperti mengajar les dsb nanti pas kuliah. Begitu komitmen mereka.
Alhamdulillah, cici akhirnya bisa kuliah mejalani kehidupannya sebagai mahasiswa dengan cita cita dan tekad kuat  untuk sukses dan ingin membahagiakan keluarganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar