Assalamualaikum Warohmatullahi wabarokatuh teman teman.. apa kabarnya?.. semoga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT :)..
ini ada yang lagi mau nostalgia terkait kisahnya. tidak penting dia siapa. Mungkin seorang mahasiswa yang ingin berbagi inspirasi,..
*Note: nama dan tokoh tokoh disamarkan ..
jangan berspekulasi dan mengira-ngira..
selamat membaca kisahnya :)
Namanya Cici. Bersekolah di salah
satu Madrasah Aliyah Swasta di Kota Singkawang. Sekolah sekaligus pesantren
yang membuatnya tinggal di asrama. Semenjak SMA memang punya keinginan dan
cita-cita besar ingin meneruskan pendidikan ke bangku kuliah meskipun berasal
dari keluarga sederhana. Cici mencoba percaya diri dengan mimpinya. Di sekolah
sangat jarang membicarakan tentang akan melanjutkan kuliah ke mana, karena sebagian
besar teman-temannya (tidak semua) berfikir bahwa biaya untuk kuliah itu
banyak, tidak punya keluarga di kota, lebih baik langsung kerja atau bahkan
berencana menikah muda. Cici selalu yakin bahwa suatu saat mimpinya akan
terwujud, banyak orang sederhana atau bahkan tidak mampu yang sukses. Sekarang
juga sudah banyak beasiswa fikirnya. Salah satu contoh ialah kakaknya yang
selalu membuat dia bersemangat dan yakin bahwa dia bisa duduk di bangku kuliah.
Cici, di sekolahnya mengambil
jurusan agama pada saat naik kelas XI. Bersama beberapa sahabatnya; Ani, Leni,
Yuyun dan ada beberapa lagi. Sebab di sekolahnya pada saat itu hanya ada dua
jurusan. Agama dan IPS. Fikirnya, jika masuk jurusan agama dia akan mendapatkan
pengetahuan lebih tentang pelajaran ilmu hadist, ilmu tafsir dan Ushul Fiqh.
Karna memang 3 pelajaran itu yang menjadi tambahan pada saat Ujian Nasional,
menambah pelajaran matematika, bahasa Indonesia dan bahasa inggris.
Pelajaran yang sangat disenangi cici
adalah Matematika. Pelajaran favorit sedari SD. Di asramanya cici sering
mengajari adik tingkatnya yang MTs untuk mengerjakan PR matematika. Sampai
pernah dia hampir dipanggil oleh salah satu guru matematika di MTs yang masih
satu komplek dengan sekolahnya itu karena mengajarkan adik kelasnya dengan cara
yang berbeda dibanding cara yang diajarkan oleh guru tersebut meskipun hasil
akhirnya sama. Baginya, matematika itu tidak harus satu cara, yang penting kita
mengerti. Dia begitu menyukai matematika, guru matematika tidak ada yang killer
baginya. Dari Madrasah Ibtidaiyah sampai madrasah Aliyah. Ditambah lagi guru
MTK nya di Madrasah Aliyah senang membagi kue untuk anak asrama. Bertambahlah
kecintaannya hingga suatu waktu cici pernah berujar ingin menjadi guru
matematika dan kuliah di FKIP Matematika Universitas Tanjung Pura.
Semester 2 kelas XII, di semester
akhir seklaigus tahun terakhirnya bersekolah. Datang sebuah surat yang
ditujukan kepadanya dan beberapa teman kelasnya. Isinya mengejutkan, sebuah
undangan masuk ke Perguruan Tinggi di Yogyakarta dengan tanpa tes dan memilih
sendiri jurusan. Jurusan yang ditawarkan adalah jurusan kesehatan. Bertambah
semangatlah dia dan coba mendiskusikan kepada orang tuanya.
S: Ibu, Alhamdulillah aku lulus di
salah satu sekolah tinggi kesehatan di Jogja. Tanpa tes bu . gimana menurut
ibu?
I: Oh iya. Alhamdulillah. Bagus lah
nak. Gratis atau bagaimana itu ci?
S: di undangannya sih ndak ada
tulisan gratis bu. Cuman tanpa tes. Jogja bu, dan tanpa tes; sayang sekali
kesempatan ini.
I: Ibu sih mikirkan biayanya ci.
Karna biaya hidup di jogja kita belum tahu. Dan terus terang ibu belum bisa
membiayai itu.
S : iya lah bu. Tidak apa-apa.
Mungkin belum rezeki, nanti mau coba di lain tempat lagi.
Hingga akhirnya cerita tentang
undangan itu terlupakan olehnya. Cici kembali fokus menghadapi persiapan
ujiannya. Kali ini cici ingin mencoba daftar SNMPTN di Untan. Bergegas dia
bersama sahabat-sahabatnya ke ruang TU menemui salah satu petugas TU yang sudah
akrab disapanya bernama pak Lino atau bang Lino.
S:
Assalamualaikum wr.wb
B: waalaikumussalam wr.wb
S:
Boleh masuk ndak bang? Hehe
B: Boleh, ade ape ci?
S:
nd pp bang. Abang sibuk nda?
B: mau apa, bilang dulu..
S:
hehe. Bang, kami (Ani, Leni dan yuyun) mau daftar SNMPTN di Untan. Dengar dengar
anak IPS udah banyak daftar. Takut udah tutup..
B: Oke, abang cek dulu ya..
S:
siap bang.
B: Nah (sambil menyodorkan kursi
depan layar komputer), isi sendiri dulu datanya.
S: Aku dulu ya J (berbicara ke
sahabat-sahabatnya).
Jurusan yang bisa dipilih itu kosong
dan tidak ada daftarnya. Cici bingung dan bertanya lagi pada bang lino.
S:
Bang, ini kok ndak mau dipilih ya?
B: Sini dicoba lagi, kamu mau milih
jurusan apa.
S:
jurusan matematika bang. Yang guru, FKIP.
B: (mengutak atik computer dan
mengatakan), oh iya memang ndak bisa si karna kalian kan jurusan agama
sedangkan di Untan jurusannya umum.
S:
Tapi kan kami juga ada pelajaran MTK, ahasa idonesia dan bahasa inggris bang?
B: Ndak tau juga abang. Intinya ini
ndak bisa. Kalau teman temanmu yang IPS udah otomatis bisa.
S:
Ya udah lah bang. Makasih ya bang. Kami pulang ni.
B: iya sama sama. Nanti dicoba jak
lagi datang keruangan.
S:
iya bang..
Pupus lagi harapannya untuk
mendaftar SNMPTN di Untan. Padahal dalam benaknya nanti kalau lulus dia mau
mendaftar bidikmisi seperti kakaknya. Ketiga sahabat cici juga punya keinginan
yang sama, tapi tidak seantusias dirinya yang bahkan beberapa kali pergi ke
warnet hanya untuk searching tentang pendaftaran kuliah dsb. Gagal di SNMPTN
artinya untuk mewujudkan mimpinya kuliah di FKIP matematika cici harus ikut tes
SBMPTN. Berarti harus belajar lagi. Untuk ini cici konsultasi dan bertanya pada
kakaknya.
S:
Kak, cici ndak bisa daftar SNMPTN di Untan
K: kenapa tidak bisa?
S:
karna cici jurusan agama dan ndak bisa daftar kuliah jurusan umum L
K: Ikut SB jak.
S:
Bisa kah?
K: bisa, tapi harus belajar dari
awal lah. Pelajaran ekonomi, sejarah, dll kalau kamu ngambil P.IPS. ada juga
paket IPA dan IPC.
S:
iya lah. Nanti cici belajar lagi, mau minjam buku anak IPS di asrama. Tapi ini
mau fokus UN dulu, cici juga mau nyiapkan lomba di provinsi, nanti setelahnya
baru mau fokus.
K: iya gpp, fokus jak dulu.
Semangat..
Kekecewaannya tidak bisa daftar
SNMPTN akhirnya membuatnya berfikir bagaimana jika SBMPTN juga gagal. “Yah, sirna lah sudah harapanku untuk kuliah.
Apa karna aku jurusan agama hingga tak satu kampus negeri pun bisa menerimaku.
Begitu yang difikirkannya.
Sampai di pertengahan bulan maret
2014, saat itu ia sedang jajan di kantin belakang asrama. Ada yang memanggilnya.
Ica, adik kelasnya di asrama.
I: Kak cici, dipanggil bang lino.
Disuruh ke TU sekarang.
S:
Ada apa ya Ca?
I: ndak tau juga kak. Pokoknya di
suruh cepat. Sekarang, sama kak yuyun, kak leni dan kak ani juga.
S:
Serius? Masih belum selesai makan ni ca.
I: Ica cuman nyampaikan pesan kaliaka di
suruh cepat kakk.
Bergegas ia bersama ketiga sahabatnya
menuju ruang TU kantor sekolah. Dalam benaknya, semoga saja ini ada kaitannya
dengan SNMPTN.
S:
Assalamualaikum, bang lino.
B: Waalaikumussalam. iya. ci, yun,
len, ani.. silahkan masuk
S:
iya bang. Ada apa bang memanggil kami.
B: ini, ada pendaftaran jalur
online lagi. Kalian mau kah?
S:
di Untan kah bang. Katanya kemarin ndak bisa.
B: bukan, ini di STAIN Pontianak.
Besok pendaftarannya udah tutup. Kalau mau, cepat isi.
S:
Kirain di Untan. STAIN ada jurusan apa bang?
B : Liatlah disitu ada ci.
Cici
menghadap sahabat-sahabatnya dan berucap: “kalian mau daftar ndak?”
Ani : Aku belum kayaknya.
Leni: sama aku juga belum
Cici : Yuyun? Yoklah daftar. Belum
tentu lulus kan.. coba coba jak.
Yuyun: Ragu masih..
Akhirnya di ruangan itu cici
memutuskan untuk mendaftar dan memilih jurusan PGMI. Karna dia berfikir bahwa
di kampungnya ada Madrasah Ibtidaiyah dan mungkin dia bisa mengajar disana
nantinya. Dan Yuyun, memilih jurusan yang sama. Sedangkan Ani dan Leni tidak
mendaftar. Pulang dari ruang TU, cici saat tiba di asrama mencoba menghubungi
kakaknya kembali untuk meminta pendapat.
S:
kak, tadi cici daftar di STAIN Pontianak. Menurut kakak gimana?
K: Ambil jurusan apa?
S:
PGMI kak, pilihan kedua Ekonomi islam.
K: STAIN lumayan bagus sih. Kan
kampus negeri juga nanti bisa cari
beasiswa. kalau jurusan PGMI itu kan
guru madrasah ibtidaiyah. Kayaknya agak lebih kecil untuk peluang kerja. Soalnya kan MI juga ndak
banyak.
S:
iya kah kak? Jadi salah lah ni. Hmm
K: kenapa ndak ambil ekonomi Islam
jak. Kan kamu suka hitung-hitungan. Ndak bisa masuk matematika masuk ini kan
bisa. Ada hitungan matematika, juga syariahnya. Sesuai jurusan mu. Sekarang juga bank syariah banyak berkembang.
Kamu bisa daftar disitu nanti.
Beberapa masukan dari kakaknya
menjadi pertimbangan cici untuk memilih kembali jurusan. Namun rupanya jurusan
tidak bisa lagi diubah. Lengkap sudah jatuhnya. Cici berfikir, mungkin ini
jalan yang harus cici jalani. Apa boleh buat, salah siapa milih jurusan ndak
nanya-nanya. Asal pilih. Yah..
Setelah pendaftaran SPAN PTAIN jalur
online untuk kampus STAIN, cici mencoba searching internet apakah bisa mengubah
pilihan jurusan. Ternyata bisa, dengan cara mengirim email ke admin pusat.
Cici, dengan semangat ingin masuk jurusan Ekonomi Islam akhirnya memberanikan
diri mengirim email ke admin pusat beserta alasan-alasan supaya itu bisa
diterima.alhamdulillah bisa..
Ujian nasional hampir tiba. Beberapa waktu sebelum itu Cici
diberitahu pihak sekolah bahwa ia dan ketiga teman kelasnya yaitu Ani, Udin dan
Riski didaftarkan beasiswa Santri. Terserah memilih jurusan apapun di Perguruan
Tinggi Agama Islam Negeri se Indonesia. Kali ini Cici kurang bersemangat. Ia
cuman mengiyakan dan tidak terlalu antusias. Bahkan jurusan yang dipilih saja
diserahkannya kepada pihak sekolah. Ujian
Nasional akhirnya berlangsung. Perasaan takut dan grogi coba dihilaangkannya.
Sampai 3 hari selanjutnya ia baru bisa bernafas lega. Bismillah, apapaun
hasilnya ini sudah maksimal. Fikirnya.
Jeda waktu antara ujian nasional dan
pengumuman kelulusan digunakannya untuk fokus latihan menghadapi lomba. Lomba
tingkat provinsi yang mestinya dipersiapakan beberapa bulan sebelumnya harus
ditunda sementara dan baru bisa dilakukan setelah Ujian Nasional. Lomba yang membuatnya
jauh lebih grogi dari ujian nasional karna kali ini cici menjadi juru bicara
timnya mewakili kabupaten tempat tinggalnya.
Lomba yang diikuti mereka berjalan
lancar. Alhamdulillah, cici dapat juara meskipun hanya juara harapan 3 alias
juara 6 dari 14 kabupaten kota yang ada di KalBar. Cici cukup puas karna dia
sadar tidak banyak waktu yang disediakannya untuk latihan lebih tepatnya tidak
maksimal mengingat UN yang juga dihadapi ditambah pelatihnya tinggal di kota
yang berbeda.
Persiapan lomba dan kegiatan lomba
seminggu di bulan mei membuatnya lupa akan tes beasiswa santri yang pernah
ditawarkan sekolahnya. Juga belajar untuk SBMPTN pun belum dilakukannya sementara
pengumuman SPAN-PTAIN di STAIN juga belum ada kepastian. Hingga jadwal pengumuman
kelulusan dibacakan. Kali ini bukan teriakan keras atau loncat loncat ala anak
SMA. Tapi tangisan riuh gaduh yang didengarnya. Pengumuman mereka dilakukan di
masjid oleh Ustadz. Ustadz kesayangannya yang biasa dipanggil Abah olehnya. Alhamdulillah lulus 100% dan cici mendapat
nilai tertinggi untuk jurusannya. “Ya
Allah Alhamdulillah” ucap nya.
Setelah pengumuman kelulusan, besoknya
kemudian Cici dan ketiga temannya diminta untuk mengikuti tes beasiswa santri
di Pontianak. Satu temannya mengundurkan diri sebab sudah memilih melanjutkan
pendidikan Pesantren di Jawa. Saat itulah Cici baru tahu kalau dia dipilihkan
jurusan Ilmu Al-Qur’an dan tafsir di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bersama
dengan santri dua PonPes di kota singkawang mereka berangkat. Di perjalanan Cici
sempat mengobrol dengan temannya yaitu si kembar dari pesantren ushuluddin.
Maya Fitriana dan Maya Fitriani .
C:
Kalian ngambil jurusan apa?
M: Aku keperawatan, kalau kakak ku
kedokteran di UIN Syahid Jakarta.
C:
Oh, iya.. semangat .
Tes yang dikerjakan pun banyak yang
tidak dijawab Cici karna kurang belajar. Terutama tes bahasa inggris dan bahasa
arab, Arab gundul tepatnya. Karna rupanya untuk jurusan Ilmu Al-Qur’an dan
tafsir itu double susahnya. “Pasrah aja lah hasilnya” ucap cici. Di kegiatan
TES itu juga cici berjumpa temannya yang berasal dari PonPes Darussalam
Mempawah; Sasa, kenalan saat lomba waktu itu yang saat ditanya juga ternyata
mengambil jurusan dan kampus yang sama
dengan Cici.
Pengumuman tiba, yang awalnya malas
kali ini tiba-tiba cici bersemangat. Ada keinginan dirinya untuk bisa
melanjutkan pendidikan di tanah Jogja. “Semoga
lulus” ucapnya. Dan sudah bisa ditebak hasilnya: tTdak lulus!.. tidak ada
yang lulus dari sekolahnya pada tes ini. kali ini Cici tidak terlalu sedih karna
dia sadar bahwa keinginannya dari awal adalah lemah dan usahanya juga kurang.
Kabar baiknya, si kembar yang satu mobil dengannya waktu itu lulus
kedua-duanya. Kedokteran dan perawat,… keren . Sedangkan Sasa, temannya itu
juga tidak lulus, namun Cici tau sekarang Sasa kuliah di LIPIA Jakarta.
Setelah pegumuman beasiswa santri,
teman-teman cici disibukkan mengecek hasil SNMPTN. Beranda facebooknya penuh
oleh status tentang lulus dan tidak lulus. Sedangkan cici menunggu hasil tes
SPAN-PTAIN yang beberapa minggu setelah itu baru diumumkan. Sabar menunggu,
akhirya tibalah masa itu. entah kenapa kali ini agak deg-degan dan berharap
banyak bahwa Cici bisa lulus di STAIN. Kampus yang bahkan cici belum pernah
sama sekali melihatnya. Dari pagi sistem pengumuman tidak bisa dibuka. Hingga
siang, cici masih ingat di hp jadulnya. “Nokia kecil yang cici lupa tipe
berapa, bisa internetlah intinya” itu terpampang dengan jelas “ Selamat anda lulus di Ekonomi Islam STAIN
Pontianak” silahkan registrasi ulang, blab
bla bla. Yang ujungnya tak sempat Cici baca dan baru diulangi baca setelah
itu.
Cici dengan semangat yang tinggi
menyampaikan kepada kedua orang tuanya. Inti pembicaraan itu adalah bahwa orang
tuanya mendukung ia melanjutkan pendidikan namun khawatir tak mampu membiayai
sampai selesai karna belum bisa memastikan biaya perbulan cici dsb. Melihat
keresahan kedua orang tuanya, cici mencoba meyakinkan. Tidak apa-apa pak, bu.
Uang yang ada aja dulu untuk daftar ulang. Nanti untuk biaya lain bayar kost,
beli lemari dsb nanti tambah uang cici yang hasil lomba kemarin kan masih ada
ucapnya. Cici dilema, dari awal memang dia mnyadari bahwa latar belakang
keluarganya yang sederhana dirasa kecil sekali kemungkina untuk kuliah. Ditambah mindseat di kampugnya
bahwa lebih baik pergi ke Malaysia dan langsung menghasilkan uang. Namun cici,
tidak pernah sedikitpun untuk seperti itu, orang tuanya juga tahu keinginan Cici.
Akhirnya mereka bersepakat untuk Cici kuliah dan berusaha untuk nyari
beasiswa dan tambahan biaya seperti
mengajar les dsb nanti pas kuliah. Begitu komitmen mereka.
Alhamdulillah,
cici akhirnya bisa kuliah mejalani kehidupannya sebagai mahasiswa dengan cita
cita dan tekad kuat untuk sukses dan ingin
membahagiakan keluarganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar